Zakat Maal Dan Zakat Profesi
A. Pendahuluan
Sudah menjadi ketetapan Allah bahwa setiap manusia memiliki keistimewaan dan kelebihan yang berbeda dengan manusia lainnya. Sebagai konsekwensi logis, dalam sebuah struktur masyarakat akan selalu ada kelompok yang mapan secara ekonomi dan kelompok yang tidak mapan, yang biasa dikenal dengan kaum duafa.
Dengan demikian, kehadiran kaum duafa adalah sebuah realitas kehidupan. Sebab kehidupan memang membutuhkan keistimewaan-keistimewaan tertentu yang antara satu dengan lainnya tidaklah sama. Tidak bisa dibayangkan jika dalam sebuah masyarakat seluruhnya adalah orang-orang kaya. Siapa yang akan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan seperti petugas kebersihan, tukang sampah, pembantu rumah tangga, bahkan yang membangun rumah mewah dari orang-orang kaya. Tanpa peran aktif kaum duafa, orang-orang kaya tidak akan bisa beraktivitas secara normal. Dalam sebuah hadis dinyatakan :
Sesungguhnya umat ini hanya ditolong oleh kaum duafanya, yakni melalui doa, shalat, dan keikhlasannya. ( HR. An-Nasa'i )
Di dalam hadis yang lain Rasulullah bersabda :
Kalian hanya mendapat pertolongan ( dari Allah ) disebabkan kaum duafa kalian. ( HR. At-Tirmizi, Abu Dawud, an-Nasa'i, Ahmad dan al-Hakim dari sanad Saad bin Abi Waqas )
Kedua hadis di atas bukan untuk melangengkan kaum duafa di tengah-tengah masyarakat, akan tetapi hal ini harus dilihat sebagai bentuk perhatian Islam terhadap duafa. Kedua hadis tersebut memberi pemahaman bahwa tidak ada kekayaan kecuali di situ ada peran aktif kaum duafa. Dengan demikian, kaum duafa harus dipandang sebagai mitra kerja, bahkan upaya pemberdayaan terhadap mereka juga harus dipandang sebagai kewajiban.
Dengan demikian, cara pandang yang benar terhadap kaum duafa itulah yang akan mendorong orang-orang kaya untuk mensyukuri atas kehadiran mereka, sementara rasa syukur yang benar adalah dengan memosisikan mereka sebagai bagian kehidupannya yang tidak dipisahkan.
Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk memiliki kepedulian terhadap kaum dhuafa dengan menolong, membantu dan meringankan beban hidup mereka. perbuatan tersebut termasuk salah satu kewajiban yang mesti dilakukan, sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-Maidah ayat 2.
.........dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
Dalam firman-Nya yang lain Allah menjelaskan tentang salah satu sifat orang yang bertaqwa yaitu orang yang selalu menafkahkan hartanya baik dalam keadaan berkecukupan maupun dalam keadaan kesempitan ( miskin ), sesuai dengan kesanggupannya. Menafkahkan harta itu tidak diharuskan dalam jumlah yang ditentukan sehingga ada kesempatan bagi si miskin untuk memberi nafkah. Bersedekah boleh saja dengan barang atau uang yang sedikit nilainya, karena itulah apa yang dapat diberikan tetap akan memperoleh pahala dari Allah SWT. Sebagimana firman-Nya dalam surat at-Talaq ayat 7 :
"Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan."
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah Ummul Mukminin bahwa dia bersedekah dengan sebiji anggur, dan di antara sahabat-sahabat Nabi ada yang bersedekah dengan sebiji bawang.
Peliharalah dirimu dari api neraka meskipun dengan menyedekahkan sepotong kurma, dan perkenankanlah permintaan seseorang peminta walaupun denngan memebrikan sepotong kuku hewan yang di bakar ( HR. Ahmad dalam Musnad-nya ).
Sifat kikir yang tertanam dalam hati manusia hendaklah diberantas dengan segala macam cara dan usaha, karena sifat kikir adalah musuh masyarakat nomor wahid. Tak satu umat pun yang dapat maju dan hidup berbahagia kalau sifat kikir ini merajalela pada umat itu. Sifat kikir bertentangan dengan perikemanusiaan.
Oleh sebab itu Allah memerintahkan untuk menafkahkan dan menjelaskan bahwa harta yang ditunaikan zakatnya dan didermakan sebagiannya, tidak akan berkurang bahkan akan bertambah.
Perumpamaan orang yang mengimpakan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkan, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi setiap yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas, Maha Mengetahui ( QS. Al-Baqarah ayat 261 )
Dalam ayat ini sangat jelas hubungan antara infak ( menafkahkan harta di jalan Allah, baik yang wajib “zakat “maupun yang Sunnah “ sedekah “ ) dengan hari akhirat erat sekali.
Seseorang tidak akan mendapatkan pertolongan apa pun dan dari siapapun pada hari akhirat, kecuali dari hasil amalnya sendiri selama hidup di dunia, antara lain amal berupa infaq di jalan Allah. Orang tersebut seperti seorang yang menyemaikan sebutir benih di tanah subur. Benih itu menumbuhkan sebatang pohon, dan phon itu bercabang menjadi tujuh tangkai, setiap tangkai mengahasilkan buah, dan setiap tangkai berisi serratus biji, sehingga benih yang sebutir itu memberikan hasil sebanyak 700 butir. Ini berarti tujuh ratus kali lipat.
Pada ahir ayat ini disebutkan dua sifat di antara sifat-sifat Nya, yaitu Maha Luas dan Maha Mengetahui. Maksudnya, Allah Maha Luas Rahmat-Nya kepada hamba-Nya; karunia-Nya tidak terhitung jumlahnya. Dia Maha Mengetahui siapakah diantara hamba-hamba-Nya yang patut diberi pahala yang berlipat ganda, yaitu mereka yang suka menafkahkan harta bendanya untuk kepentingan umum, untuk menegakkan kebenaran, dan untuk kepentingan pendidikan dan agama, serta keutamaan-keutamaan yang akan membawa kepada kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Menafkahkan harta di jalan Allah, baik yang wajib seperti zakat, maupun yang Sunnah seperti sedekah yang dimanfaatkan untuk kesejahtraan umat, untuk memberantas penyakit kemiskianan dan kebodohan, untuk menyiarkan agama Islam dan untuk pengembangan ilmu pengetahuan adalah sangat dituntut oleh agama, dan sangat dianjurkan oleh syara’.
Dalam sebuah hadis Rasulullah saw bersabda:
Dari Ibn Mas’ud, bahwa Ia berkata, “ seorang lelaki datang membawa seekor unta yang bertali di hidungnya, lalu orang tersebut berkata, “Unta ini saya nafkahkan di jalan Allah “. Maka Rasulullah saw bersabda, “ Dengan nafkah ini, Anda akan memperoleh di akhirat kelak tujuh ratus ekor Unta yang juga bertali di hidungnya “ ( HR. Muslim ).
B. Landasan Syar'i
1. Zakat Sebagai Bentuk Ibadah yang berdimensi Sosial QS. At-Taubah ayat 11
"Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. dan kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang Mengetahui".
Hal senada juga disampaikan dalam QS. Az-Zariyaat ayat 19 :
Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian
Ayat ini menjelaskan bahwa di samping mereka melaksanakan shalat wajib dan sunnah, mereka juga selalu mengeluarkan infaq fi sabilillah dengan mengeluarkan zakat wajib atau sumbangan derma atau sokongan sukarela ( ZIS ) karena mereka memandang bahwa pada harta-harta mereka itu ada hak fakir miskin baik yang meminta atau tidak.
Ibnu Jarir meriwayatkan sebuah hadis dari Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad saw pernah menerangkan siapa saja yang tergolong orang miskin, dengan sabdanya:
Bukanlah orang miskin itu yang tidak diberi sebiji dan dua biji kurma atau sesuap dan dua suap makanan. Beliau ditanya, " ( jika demikian ) siapakah yang dinamakan miskin itu?" Beliau menjawab, " Orang yang tidak mempunyai apa yang diperlukan dan tidak dikenal tempatnya sehingga tidak diberikan sedekah kepadanya. Itulah yang mahrumum tidak dapat bagian." ( HR. Ibnu Jarir dari Abu Hurairah )
Bagi mereka yang tidak menjalankan peran sosial terutama kepada orang-orang pakir miskin dianggap sebagai pendusta agama:
Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?
2. Itulah orang yang menghardik anak yatim,
3. Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.
Dalam ayat ini Allah menjelaskan sebagian dari sifat-sifat orang yang mendustakan agama ialah pertama, orang-orang yang menolak dan membentak/menghardik anak yatim yang datang kepadanya untuk memohon belas-kasihnya demi kebutuhan hidupnya. Kedua, tidak mengajak orang lain untuk membantu dan memberi makan orang miskin. Berdasarkan keterangan ayat ini, bila seseorang tidak sanggup membantu orang-orang miskin maka hendaklah ia menganjurkan orang lain agar melakukan usaha yang mulia itu yaitu mengajak orang lain untuk membantu dan memberi makan orang miskin.
2. Zakat sebagai salah satu syarat diterimanya Taubat QS. At-Taubah ayat 104
" Tidaklah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima Taubat dari hamba-hamba-Nya dan menerima zakat dan bahwasanya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang?
Allah memberikan dorongan kepada hamba-Nya yang telah menyadari kesalahannya untuk bertaubat dan bersedekah/zakat guna mengahapus dosa-dosa mereka. Siapapun yang bertaubat kepada Allah maka Dia kan menerima taubatnya; barang siapa yang bersedekah dengan ikhlas maka Allah akan menerima sedekah itu sebagai amal solehnya.
Ayat ini juga merupakan celaan terhadap orang-orang yang bersalah, tetapi tidak mau mengakui kesalahannya, tidak mau bertaubat, dan tidak mau berbuat kebajikan dan amal soleh untuk menghapus dosa-dosa yang telah mereka perbuat.
3. Zakat sebagi Bentuk lain dari Pelaksanaan Jihad Fi Sabilillah QS. At-Taubah ayat 20
" Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih Tinggi derajatnya di sisi Allah; dan Itulah orang-orang yang mendapat kemenangan."
4. Zakat itu harus diambil sebagai jalan untuk membersihkan dosa dan mensucikan harta
Muzakki QS. At-Taubah ayat 103
" Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui."
Menurut riwayat Ibnu Jarir tentang sebab turunnya ayat ini adalah bahwa Abu Lubabah dan kawan-kawannya yang mengikatkan diri di tiang-tiang masjid datang kepada Rasulullah saw seraya berkata, " Ya Rasulullah, inilah harta benda kami yang merintangi kami untuk turut berperang. Ambilah harta itu dan bagi-bagikanlah, serta mohonkalah ampun untuk kami atas kesalahan kami." Perintah Allah pada permulaan ayat ini ditujukan kepada Rasulullah, agar Rasulullah sebagai pemimpin mengambil sebagian dari harta benda mereka sebagai sedekah atau zakat. Ini untuk membuktikan kebenaran tobat mereka, karena sedekah atau zakat tersebut akan membersihkan diri mereka dari dosa yang timbul karena mangkirnya mereka dari peperangan dan untuk mensucikan diri mereka dari sifat '" Cin ta harta" yang mendorong mereka untuk mangkir dari peperangan itu. Selain itu sedekah atau zakat tersebut akan membersihkan mereka pula dari semua sifat-sifat negativ yang timbul karena harta benda, seperti kikir, tamak, dan sebagainya.
Di samping itu, dapat dikatakan bahwa penuaian zakat berarti membersihkan harta benda yang tinggal, sebab pada harta benda seseorang terdapat hak orang lain, yaitu orang-orang yang oleh agama Islam telah ditentukan sebagai orang-orang yang berhak menerima zakat ( delapan Asnaf / QS. At-Taubah ayat 60 ). Selama zakat itu belum dibayarkan oleh pemilik harta tersebut, maka selama itu pula harta bendanya tetap bercampur dengan hak orang lain, yang haram untuk dimakannya.
Disisi lain menunaikan zakat akan menyebabkan keberkahan pada sisa harta yang masih tinggal, sehingga tumbuh dan berkembang biak. Sebaliknya bila zakat itu tidak dikeluarkan, maka harta benda seseorang tidak akan memperoleh keberkahan.
Ayat ini juga Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya, dan kepada setiap pemimpin dan penguasa dalam masyarakat, agar setelah melakukan pemungutan dan pembagian zakat, mereka berdoa kepada Allah bagi keselamatan dan kebahagiaan pembayar zakat.
" Semoga Allah memberi pahala terhadap apa-apa yang kamu berikan, dan memberkahi apa yang kamu tinggalkan "
5. Baznas wajib hukumnya memungut, mengumpulkan, mendayagunakan dan mendistribusikannya kepada yang berhak/Mustahiq QS. At-Taubah ayat 60
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana"
Shadaqah yang dimaksud dalam ayat ini ialah shadaqah wajib yang dikenal dengan zakat sebagai kewajiban dari Allah terhadap kaum muslimin yang telah memenuhi syarat-syaratnya untuk mengeluarkan kewajiban zakat, demi untuk memelihara kemaslahatan ummat.
Dengan demikian jelaslah bahwa zakat disyariatkan untuk membersihkan diri dari harta yang mungkin didapat dengan cara yang kurang wajar, mendorong pemiliknya agar bersyukur kepada Allah atas rizki yang diberikan-Nya.
Ibnu as-Sa'dii al-Malikii berkata, "Umar mengangkat aku selaku petugas pengumpulan Zakat. Setelah selesai dan aku serahkan kepadanya zakat yang terkumpul, bahwasanya saya mengerjakan itu karena Allah, lalu beliau menjawab, Ambillah apa yang telah diberikan kepadamu, bahwasannya aku pernah menjadi amil zakat pada masa Rasulullah, kemudian Rasulullah memberikan kepadaku upah, maka aku jawab sebagaimana jawabanmu, maka berkata Rasulullah kepadaku: " Apabila kamu diberikan sesuatu tanpa kamu minta maka makanlah (terimalah ) dan bersedekahlah." ( HR. Ahmad, al-Bukhari dan Muslim ).
(" yang berhak menerima zakat ialah: 1. orang fakir: orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya. 2. Orang Miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan. 3. Pengurus Zakat: orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat. 4. Muallaf: orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah. 5. Memerdekakan Budak: mencakup juga untuk melepaskan muslim yang ditawan
oleh orang-orang kafir. 6. Orang Berhutang: orang yang berhutang Karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. adapun orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya. 7. pada jalan Allah (sabilillah): yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. di antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain. 8. Orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya." )
6. Zakat Merupakan Sistem Ekonomi Islam yang melenyapkan Sistem Ekonomi Ribawi QS.
Ar-Rum ayat 39
Dari Siti Aisyah RA, Aku Mendengar Rasulullah Bersabda : tatkala harta bercampur dengan shadaqah/zakat, maka harta ( yang tidak dikeluarkan zakatnya itu ) akan merusak/menghancurkan ( keseluruhan hartanya ). HR. Imam Syafii dan Imam Bukhari dalam tarikhnya. dan menambahkan bahwa jika sudah ada kewajiban zakat bagimu, lalu kamu tidak mengeluarkannya maka harta zakat ( yang tidak dikeluarkannya itu adalah sesuatu yang haram ) yang akan merusak yang hallnya.
1. Hujan tidak akan diturunkan jika tidak menunaikan zakat
" Tidaklah suatu kaum menolak ( mengeluarkan ) zakat melainkan Allah akan menahan dari mereka turunnya hujan ( yang memberikan keberkahan ). jika saja tidak karena adanya binatang, maka mereka ( sama sekali ) tidak akan diberi turunnya hujan "
2. Ancaman Allah bagi yang melalaikan zakat
"Barang siapa yang menolak ( mengeluarkan ) zakat maka Allah menolak untuk menjaga hartanya "
C. Landasan Yuridis
1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2003 tentang Zakat
2. PP. Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 tahan 2011 tentang Pengelolaan Zakat
3. Intruksi Presiden Nomor 3 tahun 2014 tentang Optimalisasi Pengumpulan Zakat bagi pegawai BUMN/BUMD, TNI, Polri dan PNS melalui Baznas
4. Keppres RI Nomor 8 tahun 2001 Tentang badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)
5. Kepmenag RI Nomor 118 tahun 2014 tentang Pembentukan Pembentukan Baznas Provinsi
6. Surat Erdaran Menteri dalam Negeri Nomor : 450-12/3302/SJ tentang Optimalisasi Pengumpulan Zakat PNS kepada Bupati melalui Baznas Kabupaten/Kota
7. Perbaznas Nomor 02 Tahun 2016 tentang Pembentukan UPZ
8. Kep. Gubernur Jawa barat Nomor 451.12/Kep 1412.Yansos/2013 tentang Unit Pengumpul Zakat (UPZ)
9. Peraturan Daerah Kabupaten Purwakarta Nomor 3 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Zakat.
10. Surat Keputusan Bupati Purwakarta Nomor 451.12/Kep. 726-b Kesra 2016 tentang Penetapan Pemimpin Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Purwakarta Masa Bakti 2016-2021
D. Ketentuan Umum
1. Pengelolaan Zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat yang pelaksanaannya di laksanakan oleh Badan Amil Zakat.
2. Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang Muslim atau badan yang dimiliki oleh muslim atau badan yang sesuai dengan ketentuan agama Islam untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya melalui Badan Amil Zakat disemua tingkat organisasi.
3. Muzakki adalah orang muslim atau badan yang dimilik orang muslim dan memiliki harta yang sudah memenuhi kewajiban untuk menunaikan zakat.
4. Mustahiq adalah orang atau badan yang berhak menerima zakat.
5. Badan Amil Zakat adalah Badan yang dibentuk Pemerintah untuk mengelola zakat dan harus mempertangungjawabkan sesuai syari'ah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6. PNS, TNI dan POLRI yang gaji dan atau pendapatan lainnya dalam satu tahun sudah mencapai nisab zakat, maka wajib mengeluarkan zakatnya yang masuk dalam katagori zakat Profesi.
7. Professional yang pendapatannya dalam satu tahun sudah mencapai nisab zakat, maka wajib mengeluarkan zakatnya yang masuk dalam katagori zakat Profesi.
8. Pengusaha yang pendapatannya dalam satu tahun sudah mencapai nisab zakat, maka wajib mengeluarkan zakatnya yang masuk dalam katagori zakat Profesi dan zakat perdagangan.
9. Tata cara penghitungan nisab zakatnya diatur menurut syariah.
E. Hukum Seputar Zakat
1. Zakat menurut Lughah/Bahasa adalah 1.) Nama' yang artinya kesuburan, 2.) Thaharah yang artinya Kesucian, 3.) Barokah yang artinya keberkahan, 4.) Tazkiyyah Tathhir yang artinya mensucikan....
Pengeluaran harta dengan sebutan zakat, hal ini disebabkan, Pertama; karena zakat yang dikeluarkan seseorang merupakan sebab yang diharapkan mendatangkan kesuburan dan kebarkahan, dalam arti mendatangkan kesuburan pahala serta datangnya keberkahan harta untuk dirinya sendiri sebagai muzakki dan menyebabkan datangnya kesuburan dan keberkahan bagi penerima zakat ( mustahiq ), sehingga penerima zakat bisa melapaskan dirinya dari kemiskinan, dan dengan terlepasnya dari kemiskinan tersebut maka diapun akan bisa melepaskan diri dari keterbelakangan, kebodohan dan bahkan dari kekufuran, sebagaiman dijelaskan dalam QS. Ar-Rum ayat 39.
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).
Kedua, karena zakat yang dikeluarkan seseorang, merupakan kenyataan bagi kesucian dirinya sendiri dari kekikiran dan dosa, sebagaimana dijelaskan para ulama fiqih, yaitu abul Hasan al-Wahidi, Al-Imam An-Nawawi, Abu Muhammad ibnu Qutaibah, Ibnul A'rabi dalam kitab subussalam dan al-Mughni beliau mengatakan bahwa zakat itu mensucikan, memperbaiki, menyuburkan serta membarokahkan harta serta dirinya sendiri, maka barang siapa yang mempunyai harta yang ada padanya zakat, kemudian tidak dikeluarkannya maka hartanya akan binasa/musnah bahkan hilang ditelan kebakaran.
2. Pengertian zakat menurut Syariat, dalam hal ini Imam Al Mawardi dalam kitab Al Hawi
Mendefinisikan zakat sebagai berikut; Zakat itu adalah nama' bagi pengambilan golongan Tertentu, dari harta tertentu, menurut sifat-sifat tertentu serta untuk diberikan kepada golongan-golongan tertentu.. Maksudnya bahwa yang dimaksud dengan zakat itu adalah; pengambilan dan pemisahan dari harta yang dimiliki seseorang yang telah ditentukan jelas dan kriterianya untuk selanjutnya dikumpulkan oleh suatu badan tertentu yang kemudian diberikan kepada mereka yang telah ditentukan Syara', orang yang mengeluarkan zakat disebut Muzakki, yang mengumpulkan disebut Amil dan yang menerima disebut Mustahiq.
3. Dari pengertian - pengertian tersebut diatas, dapat difahami
bahwa zakat adalah;
a. Mensucikan harta, yaitu bahwa harta itu disucikan dengan zakat dengan maksud harta itu dipisahkan mana yang menjadi haknya pemilik harta dan mana yang menjadi haknya orang lain sehingga tidak bercampur.
b. Manakala harta bercampur dan tidak dikeluarkan zakatnya, maka harta itu sudah di anggap tidak suci lagi.
c. Mensucikan diri, yaitu bahwa dirinya disucikan dengan zakat, dengan maksud bahwa dia disucikan dari dosa menahan dan menyembunyikan harta orang lain.
d. Menyuburkan pahala dan harta, yaitu menyuburkan pahala dalam melaksanakan hukum Allah dan menyuburkan hartanya sehingga dengan adanya zakat yang dikeluarkan seseorang bisa melepaskan orang lain dari jurang kefakiran dan kemiskinan. Dengan adanya zakat ini bisa merubah mustahiq menjadi muzakki.
e. Membarokahkan, yaitu dengan adanya zakat maka dia akan lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mendekatkan dirinya dengan orang lain. Yang dimaksud mendekatkan diri kepada Allah, bahwa pada hakikatnya ketika seseorang mengeluarkan zakatnya, berati dia telah mensyukuri akan segala kelebihan nikmat harta duniawi yang diberikan kepadanya, maka Allah akan lebih menambah banyak rizkinya. Adapun yang dimaksud dengan lebih mendekatkan dirinya dengan orang lain dikarenakan amalnya sebagai bukti tumbuhnya rasa kepedulian dan rasa solidaritas sosial yang tinggi yang akan menghilangkan jurang kesenjangan sosial, serta menjadi sebab akan lebih tumbuh dan berkembangnya rasa saling hormat menghormati, harga menghargai, kasih mengkasihi serta akan menghilangkan rasa permusuhan dan pertentangan.
F. Rukun dan Syarat Zakat
Rukun dan Syarat zakat menurut kesepakatan Jumhur Fuqoha, sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Az-Zarkoni dalam kitab Syarah Al-Muwaththo, yaitu Rukunnya adalah ikhlas dan Syaratnya adalah Sebab.
1. Rukunnya ikhlas adalah; bahwa zakat harus dikeluarkan dengan ikhlas Artinya ketika seseorang mengeluarkan zakatnya itu semata-mata karena ketaatan, kepatuhan serta ketundukan melaksanakan ketentuan hukum dan perintah Allah sebagai pembuktian keimananan dan ketaqwaan. Maka ketika seseorang tidak mau melaksanakan dan mengeluarkan zakatnya maka ia terkena sangsi hukum, yaitu; Pertama, sangsi di dunia, dia dianggap berhutang keduniawian, karena dia masih menyimpan dan bahkan mnyembunyikan harta yang menajdi hak orang lain. Kedua, sangsi akhirat, dia akan mendapatkan siksaan di akhirat karena dirinya berdosa tidak mentaati perintah dan ketentuan Allah dan hartanya masih kotor karena tidak disucikan dengan zakat. Sehingga barangsiapa yang belum membayar zakatnya, maka ia dipandang masih berhutang kepada Allah dan kepada sesama manusia ( sesuai asnaf ). Hal ini merujuk kepada kitab al Majmu 5:337, Imam Ibnu Qudamah mengatakan bahwa : apa bila seseorang meninggal dan atasnya ada kewajiban zakat yang belum dikeluarkannya, maka hendaklah diambil dan dikeluarkan zakatnya dari harta peninggalannya, karena tidak gugur zakat dari pada dirinya disebabkan karena meninggalnya dan hutang zakatnya ini harus didahulukan dari pada wasiatnya. Hal ini disepakati pula olah Imam Atha, al-Hasan, Az Zuhri, Imam Abi Qatadah, Imam As-Syafii, Imam Ishak, Ibnu At-Tsur dan Ibnu Munzir.
2. Syarat Sebab adalah harta yang dimilikinya sudah mencapai ukuran nisab zakat. Maka ketika seseorang sudah mengeluarkan zakat dari harta yang dimikinya, maka ia bebas dari kewajiban utang duniawi karena ia telah mengekluarkan hak orang lain ( mustahiq ) dan akan mendapatkan pahala di akhirat sebagaimana yang telah dijanjikan Allah karena dia telah suci dari dosa dan kotoran harta.
G. Macam-macam Zakat
Secara garis besar Zakat dibagi menjadi dua yaitu, pertama Zakat Fitrah/ Nafs, kedua Zakat Maal/ Harta
1. Zakat Nafs/Fitrah adalah zakat yang dikeluarkan pada bulan Ramadlan, merupakan bagian dari kewajiban shaum Ramadlan yang ukuran dan jenisnya selama ini berlaku yaitu : 2,5 kg beras dan bisa dibayar dengan nilai seharga beras tersebut.
2. Zakat Maal dalam hal ini Dr. Yusuf al Qardhawi membaginya menjadi 11 macam zakat yaitu, 1. Zakat binatang ternak, 2. Zakat emas dan perak, 3. Zakat perdagangan, 4. Zakat pertanian, 5. Zakat produksi Hewani, 6. Zakat barang tambang,7. Zakat hasil laut, 8. Zakat Investasi/ Gudang, 9. Zakat hasil pertanian, 10. Zakat Profesi,11. Zalkat saham dan obligasi.
H. Zakat Profesi
"Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji." ( QS. Al- Baqarah ayat 267 )
Zakat profesi adalah zakat atas penghasilan yang diperoleh dari pengembangan potensi diri yang dimiliki seseorang dengan cara yang sesuai syariat, seperti upah kerja rutin/PNS/TNI/POLRI, profesi dokter, pengacara, arsitek, dll.
Dari berbagai pendapat dinyatakan bahwa landasan zakat profesi dianalogikan kepada zakat hasil pertanian yaitu dibayarkan ketika mendapatkan hasilnya/panen, demikian juga dengan nishabnya yaitu sebesar 524 kg beras/ makanan pokok, dan dibayarkan dari pendapatan kotor. Sedangkan tarifnya/qadarnya adalah dianalogikan kepada zakat emas dan perak yaitu sebesar 2,5 %, atas dasar kaidah “Qias Asysyabah”.
Menurut Peraturan Menteri Agama no 52 tahun 2014, disebutkan bahwa nishab (batas minimal) zakat penghasilan/profesi adalah 524 kg beras, atau bila dikonversikan ke rupiah seharga beras Rp 7.000/kg, maka batas minimal penghasilan yang terkena zakat adalah Rp 3.668.000,-. Artinya, jika penghasilan kita lebih dari nishab itu, maka gaji terkena wajib zakat.
Dr. Yusuf al Qardhawi : Fiqih Zakat ( al juz al awwal ) : 135
Jatuhnya kewajiban zakat dari hasil profesinya tersebut dikarenakan yang bersangkutan mendapatklan gaji terus menerus sepanjang tahun. Apabila jumlah gajinya telah mencapai nisab dalam satu tahun, maka wajib mengeluarkan zakat karena terdapat illat ( penyebab ) yang menurut para fuqaha adalah sah dan nisab merupakan landasan diwajibkan.
Adapun cara menghitung zakat Profesi adalah sebagaimana qadar zakat maal 2,5 %
Tata cara pengitungannya sebagai berikut :
Pertama, berdasarkan fatwa MUI 2003 tentang zakat profesi setelah diperhitungkan selama satu tahun dan ditunaikan setahun sekali atau boleh juga ditunaikan setiap bulan untuk tidak memberatkan. Model bentuk harta yang diterima ini sebagai penghasilan berupa uang, sehingga bentuk harta ini di-qiyas-kan dalam zakat harta (simpanan/ kekayaan).
Nisabnya adalah jika pendapatan satu tahun lebih dari senilai 85gr emas (harga emas sekarang @se-gram Rp. 500.000) dan zakatnya dikeluarkan setahun sekali sebesar 2,5% setelah dikurangi kebutuhan pokok.
Contohnya penghitungannya: minimal zakat profesi yaitu @se-gram Rp. 500.000 x 85 (gram) = Rp. 42.500.000. Adapun penghasilan total yang diterima oleh si Pulan selama 1 tahun Rp. 45.000.000 (gaji perbulan Rp. 3.750.000) harta ini sudah melebihi nishab dan wajib zakat Rp. 45.000.000 x 2,5 %= sebesar Rp. 1.125.000,- (bila dikeluarkan pertahun) Rp 93.750 (bila dikeluarkan perbulan)
Kedua, dikeluarkan langsung saat menerima, pendapatan ini dianalogikan pada zakat tanaman. Model memperoleh harta penghasilan (profesi) mirip dengan panen ( hasil pertanian), sehingga harta ini dapat dianalogikakan ke dalam zakat pertanian.
Jika ini yang diikuti, maka besar nisabnya adalah senilai 653 kg gabah kering giling setara dengan 524 Kg beras dan dikeluarkan setiap menerima penghasilan/gaji sebesar 2,5% tanpa terlebih dahulu dipotong kebutuhan pokok (seperti petani ketika mengeluarkan zakat hasil panennya).
Contoh perhitungannya: Pemasukan gaji si Pulan Rp. 6.000.000/bulan, nishab (524 kg beras, @Rp. 10.000/kg = Rp. 5.240.000). Dengan demikian maka si Pulan wajib zakat Rp. 6.000.000 x 2,5% = sebesar Rp. 150.000,-
Alhasil, jika si Pulan memiliki penghasilan gaji perbulan: Rp 6.000.000,- asumsi nishab dengan 524 kg beras x @ Rp. 10.000 = Rp 5.240.000, Berarti si Pulan sudah melebihi nishab dan wajib zakat sebesar Rp. 6.000.000 x 2,5 % =Rp. 150.000,- (wajib zakat yang dikeluarkan per bulan) atau boleh juga menunaikannya sebesar Rp 1800.000 per tahun).
Perumpamaan orang-orang yang mengimpakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah maha luas, Maha Mengetahui.
( QS. Al-Baqarah ayat 261 )
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
( QS. Al-Baqarah ayat 277 )
Wallahu 'alam